
Totok Suprayitno: UN Bukan Satu-satunya Instrumen yang Mampu Mendeteksi Seluruh Masalah Pendidikan
Jakarta, Kemendikbud – Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bersama Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) menyelenggarakan rapat koordinasi persiapan Ujian Nasional (UN) tahun pelajaran 2017/2018 pada tanggal 21-22 Februari 2018 di Jakarta. Peserta rapat koordinasi adalah para kepala dinas pendidikan, ketua panitia pelaksana, pejabat pembuat komitmen, dan bendahara UN dari 34 provinsi di Indonesia. Turut hadir dalam acara yang dibuka oleh Kepala Balitbang ini Ketua dan Sekretaris BSNP, Sekretaris Balitbang, Kepala Puspendik dan tim dari sekretariat UN.
Dalam sambutannya, Totok Suprayitno Kepala Balitbang mengatakan Ujian Nasional (UN) merupakan salah satu proses asesmen eksternal yang dilakukan oleh lembaga independen, yaitu Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Posisi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tidak lagi sebagai eksekutor pendidikan, tetapi dinas pendidikan provinsi dan dinas pendidikan kabupaten/kota yang menjadi eksekutor pendidikan.

Totok Suprayitno Kepala Balitbang memberikan sambutan kepada peserta rapat koordinasi persiapan Ujian Nasional tahun pelajaran 2017/2018 pada tanggal 21-22 Februari 2018 di Jakarta.
“UN merupakan instrumen untuk mendiagnosa permasalahan pendidikan, namun UN juga memiliki keterbatasan sehingga tidak mampu mendiagnosa berbagai permasalahan pendidikan nasional. Ibarat sebuah termometer, alat ini tidak mampu mendiagnosa berbagai jenis penyakit. Oleh karena itu, jangan berharap seluruh permasalahan pendidikan diselesaikan melalui UN”, ucap Totok seraya menambahkan mengingat kondisi Indonesia yang sangat heterogen, UN sangat diperlukan sebagai alat ukur untuk mengidentifikasi sekolah yang masih rendah mutu pendidikannya.
Namun, ujarnya, UN yang hanya mengukur aspek kognitif dan dilaksanakan secara massal, tidak boleh digunakan untuk mendiagnosa seluruh permasalahan pendidikan. Merupakan kesalahan besar jika UN digunakan untuk asesmen di semua lini.
“Jangan salahkan UN jika UN tidak mampu mendeteksi dan menyelesaikan seluruh permasalahan pendidikan nasional. Tetapi salahkan pihak yang menjadikan UN sebagai alat ukur untuk seluruh permasalahan pendidikan”, ucap Totok.
Lebih lanjut Totok menegaskan bahwa hasil UN harus ditindaklanjuti dengan perbaikan proses pembelajaran di sekolah. “Perbaikan proses pembelajaran bukan dilakukan dengan meminta siswa mengikuti bimbingan belajar (Bimbel) di luar sekolah, tetapi dilakukan melalui proses pembelajaran yang benar oleh guru”, ujarnya.
Mengingat UN masih memiliki keterbatasan, maka diperlukan instrumen lain untuk mengukur kompetensi peserta didik, yaitu Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN). Menurut Kepala Balitbang, USBN tidak hanya mengukur aspek kognitif (teori), tetapi juga mengukur aspek keterampilan. Selain itu, soal USBN dibuat dalam bentuk pilihan ganda dan esai atau uraian.
“Dengan adanya soal urain ini kita ingin siswa dapat memberikan berbagai alternatif jawaban, sehingga tidak terbelenggu dengan satu pilihan jawaban”, ucap Totok.
Pada kesempatan yang sama, Dadang Sudiyarto Sekretaris Balitbang dalam laporannya menyampaikan bahwa tahun 2018 akan diselenggarakan pada bulan April. Berbagai persiapan telah dilakukan, diantaranya adalah sosialisasi kebijakan UN, rapat koordinasi, pendataan peserta, penyiapan bahan ujian, simulasi Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK), dan pelatihan proktor.
“Setelah rapat koordinasi ini mesti harus sudah ada kepastian jumlah satuan pendidikan pelaksana UNBK dan ujian berbasis kertas”, ucap Dadang.
Sementara itu, Bambang Suryadi Ketua BSNP menyampaikan materi tentang kebijakan dan Prosedur Operasioal Standar (POS) penyelenggaraan UN tahun 2018 sebagai acuan pelaksanaan UN, baik di tingkat pusat maupun di satuan pendidikan.
Selain itu, dalam rapat koordinasi ini, juga dibahas masalah pendataan peserta UN, penggandaan dan distribusi bahan ujian, anggaran pelaksanaan UN, dan penandatanganan perjanjian kerjasama pelaksanaan UN 2018. (BS)

Sebanyak 276 Peserta dari 8 Provinsi Ikut Bimtek Penulisan Buku Teks Pelajaran K-13 di Surabaya
Surabaya – Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2017 Tentang Sistem Perbukuan telah ditetapkan. Saat ini UU tersebut sedang dijabarkan ke dalam Rancangan Peraturan Pemerintah agar bisa menjadi acuan yang lebih perasional demi terwujudnya ekosistem perbukuan. Dengan adanya undang-undang tersebut peran serta masyarakat dalam menyediakan buku teks pelajaran semakin penting dalam pengadaan buku teks pelajaran. Peran ini dapat dilakukan oleh penerbit dengan mengadakan buku teks pelajaran yang berkualitas.
Menurut UU tersebut, buku teks pelajaran sekurang-kurangnya harus memenuhi syarat kelayakan isi, yaitu tidak bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, tidak mengandung unsur kekerasan, tidak mengandung ujaran kebencian, tidak diskriminatif berdasarkan suku, agama, ras, dan/atau antargolongan, serta tidak mengandung unsur pornografi.
Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) merespon regulasi tersebut dengan menyelenggarakan Bimbingan Teknis (Bimtek) penulisan buku teks pelajaran, yang dilaksanakan di Surabaya pada hari Sabtu (17/2/2018). Kegiatan ini dilaksanakan oleh IKAPI Jawa Timur bekerja sama dengan BSNP dan Puskurbuk Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Sebelum ini, IKAPI Jawa Tengah juga menyelenggarakan kegiatan serupa yang dikemas dalam bentuk Seminar Sehari Tentang Pembekalan Kepada Penulis dan Editor Mengenai Implementasi Prinsip-Prinsip Kurikulum 2013 dalam Buku Teks Pelajaran di Solo pada hari Sabtu (28/10/2017).
Menurut Ketua Panitia Murysid Burhanuddin kegiatan ini sengaja kami buat lebih teknis. Karena model seminar atau ceramah misalnya, memiliki sejumlah keterbatasan. Bahkan, para penulis, editor dan penerbit sangat menantikan kegiatan yang lebih teknis dan aplikatif. Yang dapat membekali mereka dengan berbagai keterampilan yang dibutuhkan untuk menghasilkan buku-buku yang berkualitas dan sesuai dengan standar pemerintah.
Lebih lanjut Mursyid Burhanuddin mengatakan tujuan Bimtek ini adalah untuk meningkatkan keterampilan penulis, editor dan penerbit di dalam menerbitkan buku-buku teks yang berkualitas. Selain itu, juga untuk meningkatkan angka partisipasi dan angka kelulusan penerbit dalam kegiatan penilaian buku teks kurikulum 2013. Kegiatan ini juga bertujuan untuk mendorong terciptanya ekosistem perbukuan yang lebih bergairah dengan terbitnya buku-buku berkualitas dan sesuai dengan standar pemerintah.
Antusiasme penerbit, tambah Musyrid, untuk mengikuti Bimtek sangat tinggi. Hal ini terbukti dengan banyaknya peserta dari 8 provinsi dari wilayah Jawa dan Luar Jawa. “Acara ini diikuti 276 orang perserta dari delapan provinsi, termasuk Provinsi Maluku dan Sumatera Barat”, ucap Mursyid seraya menambahkan sebagai persiapan Panitia Bimtek telah melakukan audiensi dengan Zaki Su’ud pada tanggal 17 Januari 2018 di BSNP.
Sementara itu, Rosidayati Rozalina Ketua Umum IKAPI Pusat mengatakan bahwa tinggi antusiasme peserta dalam kegiatan ini menunjukkan industri penerbitan buku di daerah berkembang dengan pesat. Peran IKAPI adalah memberikan pembinaan melalui lokakarya, seminar, pameran, dan workshop tentang buku teks pelajaran. Selain itu, IKAPI juga memiliki kewajiban untuk mengawal kebijakan pemerintah tentang pengadaan buku teks pelajaran, termasuk penerapan kode etik bagi para penerbit, penulis, dan editor.

Rosidayati Rozalina Ketua Umum IKAPI Pusat menyampaikan sambutan dalam acara Bimtek Penulisan Buku Teks Pelajaran Kurikulum 2013 di Surabaya, Sabtu, 17 Februari 2018.
Materi Bimtek dikemas dalam berbagai topik, diantaranya adalah kebijakan perbukuan yang disampaikan oleh Supriyatno Kepala Bidang Perbukuan dalam kapasitasnya mewakili Awaluddin Tjalla, Kepala Puskurbuk. Zaki Su’ud anggota BSNP menyampaikan materi tentang Metode Praktis Penulisan Buku Teks Kurikulum 2013 dan Kelayanan Isi Buku Teks Pelajaran. Sedangkan materi tentang kelayakan penyajian buku teks pelajaran disampaikan oleh Mohammad Syaifuddin. Peserta dibagi menjadi tiga kelompok sesuai dengan jenjang pendidikan, yaitu jenjang SD, SMP, dan SMA. Para nara sumber menyampaikan materi untuk ketiga kelompok tersebut.
Menurut Zaki Su’ud dalam upaya menjaga standar buku teks pelajaran, BSNP dan Pusat Kurikulum dan Perbukuan telah membuat kebijakan model penilaian dengan Pola Inisiatif Masyarakat. Dengan pola ini, setiap penerbit bisa mengajukan penilaian kapan pun saja, tanpa dibatasi oleh judul buku dan waktu.

Joko Widodo: Pendidikan dan Kebudayaan Sumber Kekuatan Bangsa, Catatan dari RNPK 2018
Jakarta – Kekayaan sumberdaya alam tidak bisa menjamin kesejahteraan dan kesuksesan sebuah bangsa. Lima unsur utama yang memajukan sebuah negara adalah sumber daya manusia (SDM), stabilitas sosial dan politik, kepemimpinan dan manajemen pemerintah, IPTEKS, serta kreatifitas dan inovasi. Selain adanya pencapaian prestasi dalam bidang pendidikan, kita juga masih memiliki pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan.
Demikian pesan penting Presiden Republik Indonesia Joko Widodo ketika membuka Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayaan (RNPK) yang diselenggarapan pada tanggal 5-8 Februari 2018 di Pusdiklat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di Sawangan, Depok. Tema RNPK 2018 adalah ‘Menguatkan Pendidikan, Memajukan Kebudayaan’.
Turut hadir mendampingi Presiden dalam acara ini adalah Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar, Wali Kota Tangerang Selatan Airin Rachmi Diany, Wakil Wali Kota Depok Pradi Supriatna, para pejabat Eselon I dan II di lingkungan Kemdikbud, Kepala Dinas Pendidikan Provinsi, Kabupaten/Kota,Kepala LPMP, Kepala P4TK, dan pemangku kepentingan bidang pendidikan di Pusat dan Daerah.

Joko Widodo Presiden Republik Indonesia menyampaikan arahan dan pesan kepada peserta Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayaan (RNPK) di Sawangan, Depok (5-8/2/2018). Tema RNPK tahun ini adalah “Menguatkan Pendidikan, Memajukan Kebudayaan”.
Presiden Republik Indonesia Joko Widodo mengingatkan peserta RNKP bahwa banyak negara maju yang justru alamnya keras dan tidak subur. Sebaliknya banyak sekali beberapa negara yang alamnya kaya raya: kaya tambang, minyak, dan gas justru didera kemiskinan dan konflik saudara.
“Kekayaan sumberdaya alam tidak bisa menjamin kesejahteraan dan kesuksesan sebuah bangsa. Oleh karena itu, jangan sampai sumber daya alam yang melimpah membuat kita malas, melemahkan daya juang dan membuat kita lemah dan tidak membuat kita kreatif”, ucap Joko Widodo seraya menambahkan yang memajukan sebuah negara adalah SDM, stabilitas sosial dan politik, kepemimpinan dan manajemen pemerintah, IPTEKS, serta kreatifitas dan inovasi.
Lebih lanjut Joko Widodo mengatakan bahwa Pemerintah telah bekerja keras untuk meningkatkan layanan pendidikan, melalui program Kartu Indonesia Pintar (KIP) untuk menjamin akses pendidikan. Namun, Presiden juga mengakui bahwa pendidikan karakter masih memiliki PR yang besar dan perlu diselesaikan bersama, seperti kasus bullying, tawuran antar pelajar, dan hilangnya rasa hormat kepada guru di kalangan siswa. Oleh karena itu pendidikan mesti menghasilkan generasi yang memiliki daya juang dan sikap kebersamaan, kejujuran, dan kesantunan.
Terkait dengan kebudayaan, Presiden Joko Widodo berpesan sistem pendidikan harus menjadi jantung kebudayaan. Ekspresi seni dan budaya tidak boleh bergeser dari kebudayaan. Yang lebih penting lagi kita harus bisa memastikan pendidikan dan kebudayaan menjadi sumber kekuatan, persatuan, dan sumber memenangkan persaingan global. Anak-anak tidak bileh ketinggalan IPTEKS dan teknologi harus digunakan untuk memperkuat peradaban lokal kita.

Jusuf Kalla Standar Sebagai Tolok Ukur dan Acuan Mutu Pendidikan Nasional

Jusuf Kalla Wakil Presiden Republik Indonesia menyampaikan sambutannya kepada peserta Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayaan (RNPK) di Sawangan, Depok (5-8/2/2018). Tema RNPK tahun ini adalah “Menguatkan Pendidikan, Memajukan Kebudayaan
Jakarta – Kehadiran Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayaan (RNKP) tahun 2018 memberikan inspirasi dan menggugah para peserta untuk melakukan refleksi terhadap praksis pendidikan yang selama ini berlangsung. Jusuf Kalla mengupas berbagai isu pendidikan nasional, diantaranya pentingnya standar pendidikan nasional, isu anggaran pendidikan, pendidikan gratis, kompetensi siswa dan guru, dan perubahan kurikulum.
Menurut Jusuf Kalla, bicara pendidikan berarti kita bicara masa depan, bukan masa lalu. Dalam masa depan akan timbul persaingan antar orang, daerah dan negara. Persaingan ini hanya bisa diselesaikan melalui pendidikan. Pendidikan yang kita lalukan hari ini, hasilnya baru bisa kita rasakan sepuluh tahun kemudian. Oleh karena itu, mari kita melihat masa depan dengan mengambil pelajaran dari masa lalu.
Lebih lanjut Jusuf Kalla mengungkapkan bahwa apa yang kita lakukan untuk pendidikan itu merupakan bentuk implementasi amanah konstitusi, yaitu untuk mencapai kesejahteraan umum dan mencerdaskan bangsa.
“Semua negara yang maju dan sejahtera selalu diawali dari kemajuan pendidikan yang memiliki nilai tambah dari pengetahuan dan teknologi. Kemajuan selalu dihubungkan dengan kecerdasan dan kecerdasan dihubungkan dengan pendidikan”, ucapnya seraya menambahkan melalui RNKP ini, perlu dibahas langkah langkah memajakukan pendidikan.
Jusuf Kalla meyakini betul bahwa untuk memajukan pendidikan perlu didukung dengan anggaran. Pemerintah telah mengalokasikan anggaran bidang pendidikan lebih dari 400 triliyun rupiah. Namun, kenapa dengan anggaran yang naik setiap tahun kita belum mengalami kenaikan yang signifikan dalam bidang pendidikan dibanding negara lain?
“Negara Vietnam dari segi mutu pendidikan lebih tinggi dari Indonesia. Negara Filipina mampu mengirim tenaga kerja terampil, seperti mekanik dan perawat, sementara kita hanya mengirim tenaga asisten rumah tangga. Singapura dan Malaysia sudah menerapkan ujian dengan sistem Cambridge dan lain-lain, sementara kita masih bergelut dengan Ujian Nasional dengan berbagai perdebatannya”, ucap Wapres.
Standar Pendidikan
Menurut Jusuf Kalla, kondisi Indonesia yang heterogen, sangat memerlukan standar sebagai tolok ukur dan acuan mutu pendidikan nasional. Tanpa standar nasional pendidikan, kita tidak bisa mengetahui apa yang harus dicapai, sebab persaingan global yang terjadi sekarang itu adalah bagaimana melihat standar-standar di negara lain.
“Negara yang kualitas pendidikannya tinggi, pasti memiliki standar. Oleh karena itu, jika ingin meningkatkan kualitas pendidikan, kita memerlukan standar”, ucap Wakil Presiden.
Lebih lanjut Jusuf Kall menjelaskan dua paham atau aliran dalam praksis pendidikan. Menurutnya ada dua faham pendidikan di dunia, yaitu paham liberal arts dan keterampilan (skills). Paham yang pertama, liberal arts banyak diterapkan di Amerika Serikat. Paham ini mendorong lahirnya berbagai inovasi. Oleh karena itu, jumlah mata pelajaran di sekolah di Amerika sedikit. Sementara itu, negara Jerman, Jepang, dan Korea lebih memilih paham kedua, yaitu keterampilan.
“Kedua paham ini memberikan kemajuan di bidang pendidikan. Hasil pendidikan dengan paham liberal arts adalah inovasi dan hasil dari pendidikan berbasis keterampilan adalah pekerja yang kompeten”, ucapnya seraya menambahkan untuk kondisi Indonesia, diperlukan perpaduan antara kedua paham tersebut, sehingga bisa melahirkan lulusan yang inovatif dan terampil.
Kompetensi Siswa dan Guru
Pada kesempatan tersebut, Jusuf Kalla juga mengingatkan peserta RNPK bahwa kompetensi siswa sekolah kita masih rendah. Wapres memberikan ilustrasi yang konkrit bahwa empat jalan tol yang rubuh dalam satu tahun lalu merupakan bukti nyata bahwa negara kita masih kekurangan tenaga ahli yang terampil.
Permasalahan guru SMK juga menjadi sorotan Wapres. Menurut Wapres pada saat negara Indonesia mau memperbanyak skill, diperbanyak pembukaan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), namun dari aspek guru, belum disiapkan dengan matang.
Terkait dengan kebijakan guru dengan keahlian ganda, Wapres memiliki pandangan yang berbeda. Pelatihan yang dilakukan selama dua atau tiga bulan, belum cukup untuk meningkatkan kompetensi guru. Selain masalah kompetensi guru, Indonesia saat ini juga mengalami permasalahan dengan jumlah guru.
“Kita masih berkutat dengan jumlah guru dan kesejahteraan guru. Sayangnya, kalau kita bicara tentang mutu guru, semua diam. Tetapi ketika kita bicara kesejahteraan guru, semua semangat bahkan ribut. Mestinya antara mutu dan kesejahteraan harus seimbang”, ucap Wapres seraya menambahkan untuk menangani masalah kekurangan guru, Wapres telah membicarakan dengan Menpan untuk diadakan pengangkatan guru.
Wapres juga mengingatkan bahwa untuk menjadi guru harus memiliki motivasi dan jiwa pendidik. “Sayang sekali banyak orang yang ingin jadi guru bukan karena panggilan jadi pendidik, tetapi karena mereka tahu kesejahteraan guru lebih baik daripada pekerjaan yang lain”, ucap Wapres yang langsung disambut dengan tepuk tangan dari para peserta RNKP.
Pendidikan Gratis
Isu lain yang disampaikan Wakil Presiden adalah masalah pendidikan gratis yang marak dijadikan janji kampanye para calon pemimpin daerah. Menurut Jusuf Kalla, konsep pendidikan gratis tidak bisa diterapkan bagi semua lapisan masyarakat.
“Pendidikan gratis itu tepat diterapkan bagi masyarakat yang tidak mampu. Bagi masyarakat yang mampu, ya harus membayar biaya pendidikan, sehingga ada semacam subsidi silang. Orang tua pasti mau dan mampu berkontribusi asal sistem subsidi silang dilakukan secara terbuka dan trasnparan”, ucapnya.
Selama ini ada dua kelompok masyarakat dalam proses pendidikan, yaitu masyarakat yang menempuh pendidikan gratis (bebas biaya). Mereka ini yang belajar di sekolah-sekolah gratis, tetapi mutu pendidikan tetap rendah. Kedua adalah kelompok masyarakat yang menyekolahkan anaknya ke sekolah unggulan dengan biaya mahal.
“Konsep pendidikan gratis malah menimbulkan ‘kasta-kasta’ baru di masyarakat. Kasta premium dan kasta regular. Kasta favorit dan kasta tidak favorit. Dampaknya kesenjangan antara masyarakat kaya dan masyarakat miskin semakin besar”, ucap Jusuf Kalla.
Untuk menangani permasalah ini, menurut Jusuf Kalla, Pemerintah memberi perhatian kepada empat unsur pendidikan, yaitu penyediaan infrastruktur yang baik, penyediaan guru yang kompeten, penerapan sistem yang baik, dan input siswa yang baik pula.
Terkait dengan mutu pendidikan yang masih berpusat di pulau Jawa, Yusuf Kalla menawarkan supaya diadakan pertukaran atau rotasi guru dan kepala sekolah. Kepala sekolah atau guru yang sukses memimpin satuan pendidikan di Jawa, bisa dikirim ke luar Jawa. Tentu hal ini memerlukan mekanisme dan prosedur yang jelas antar pemeerintah daerah.
Pergantian Kurukulum
Bagi Jusuf Kall kurikulum pendidikan merupakan sesuatu yang dinamis. Namun, tidak tepat jika setiap ganti menteri ganti kurikulum. Perubahan kurikulum mesti diikuti dengan peningkatan inovasi dan keterampilan.
“Kurikulum masa depan itu harus mampu menumbuhkan inovasi dan keterampilan bagi lulusan satuan pendidikan. Jangan malah menimbulkan masalah bagi guru dan siswa”, ucap Jusuf Kalla.
Salah satu indikator keberhasilan sekolah dalam menerapkan kurikulum adalah jika ada perubahan pada diri siswa. “Jika murid pada saat masuk sekolah kurang pintar, tetapi pada saat keluar jadi pintar, artinya sekolah itu sudah berhasil melakukan pendidikan”.
Wakil Presiden mengakhiri sambutannya dengan mengajak seluruh peserta RNKP untuk memikirkan bangsa ini ke depan. Salah satu cara yang harus dilakukan adalah menyelesaikan berbagai permasalahan pendidikan yang ada sekarang.

POS USBN Tahun Pelajaran 2017/2018
Berikut disampaikan :
- Surat Edaran BSNP Nomor 0091/SDAR/BSNP/II/2018 tentang POS USBN Tahun Pelajaran 2017/2018 (unduh disini)
- Prosedur Operasional Standar Penyelenggaraan Ujian Sekolah Berstandar Nasional (POS USBN) Tahun Pelajaran 2017/2018 (unduh disini)
- Surat Edaran BSNP Nomor 0093/SDAR/BSNP/III/2018 tentang Revisi POS USBN Tahun Pelajaran 2017/2018 (unduh disini)

Fasli Djalal Sambut Positif Rencana BSNP Menerbitkan Buku Pendidikan Berbasis Standar
Jakarta, BSNP – Rencana BSNP Periode 2014-2018 untuk menyusun sebuah buku tentang Pendidikan Berbasis Standar mendapat apresiasi dan dukungan dari Fasli Djalal Guru Besar Universitas Negeri Jakarta dan mantan Kepala BKKBN, Bambang Soehendro Ketua BSNP Periode 2005-2009, dan Nizam Dekan Fakultas Teknik UGM sekaligus mantan Kepala Pusat Penilaian Pendidikan dan Kebudayaan (Puspendik) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Hal tersebut diungkapkan dalam pembahasan desain kegiatan saat rapat pleno BSNP pada hari Senin, 29 Januari 2018, di Jakarta. Sementara itu dua nara sumber lainnya yaitu Satryo Soemantri Brodjonegoro dari AIPI, dan Totok Suprayitno Kepala Balitbang Kemdikbud berhalangan hadir.
Bambang Suryadi sebagai koordinator kegiatan dalam paparannya menjelaskan bahwa semangat yang diamanatkan Undang-undang Sisdiknas adalah pendidikan berbasis standar. BSNP dalam melaksanakan amanat ini sesuai dengan tugas dan kewenangannya telah mengembangkan delapan Standar Nasional Pendidikan (SNP), yaitu standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses, standar penilaian, standar sarana dan prasarana, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar pengelolaan, dan standar biaya untuk pendidikan dasar dan menengah.
Menurut Bambang pada tahun 2010 BSNP menghasilkan sebuah pemikiran tentang Paradigma Pendidikan Nasional Abad 21 yang dituangkan dalam sebuah buku. Buku tersebut, meskipun belum dipublikasikan secara luas, dapat dijadikan acuan dalam pengembangan sistem pendidikan abad 21. Sementara itu, pokok-pokok pemikiran BSNP tentang pendidikan berbasis standar telah disampaikan dalam berbagai kegiatan, diantaranya adalah sosialisasi Ujian Nasional (UN) dan Ujian Sekolah Berbasis Standar (USBN), seminar nasional tentang kurikulum dan asesmen, serta forum ilmiah lainnya.
“Respon para pemangku kepentingan terhadap gagasan tentang pendidikan berbasis standar sangat positif. Namun demikian, gagasan tersebut belum dituangkan dalam sebuah tulisan secara sistematis dan terstruktur. Sementara kebutuhan publik terhadap gagasan tersebut semakin meningkat, baik untuk kepentingan akademik maupun untuk kepentingan pengambilan kebijakan dan keputusan’, ucap Bambang.
Menyadari pentingnya gagasan tentang pendidikan berbasis standar, pada tahun 2018, BSNP akan menyusun buku tentang Pendidikan Berbasis Standar. Proses penyusunan berlangsung selama enam bulan, mulai bulan Februari sampai dengan Juli 2018. Melalui penyusunan buku ini diharapkan akan terwujud kesamaan persepsi dan pemahaman di kalangan pemangku kepentingan bidang pendidikan, mulai dari Pusat sampai ke satuan pendidikan.
Fasli Djalal menyatakan bahwa permasalah utama pendidikan berbasis standar ada pada implementasinya, terutama yang terkait dengan implementasi standar proses, standar kompetensi pendidik, serta standar sarana dan prasarana. Tiga hal ini yang disebut Fasli Djalal sebagai ‘black box’ implementasi standar nasional pendidikan.
“Pemerintah Pusat dan Daerah sudah mengeluarkan dana yang sangat besar untuk pendidikan, namun kualitas pendidikan kita masih rendah”, ucapnya seraya menambahkan bahwa pengadaan sarana dan prasarana dengan biaya yang tinggi tidak sebanding dengan meningkatknya kualitas kompetensi lulusan.
Fasli Djalal juga menyambut rencana BSNP menyusun buku pendidikan berbasis standar sebagai usaha yang sangat positif untuk menjadi salah satu solusi terhadap permasalahan pendidikan nasional.
“Saya yakin buku ini akan menjadi legacy BSNP, sebagai sebuah buku yang hidup dan inspiratif tidak hanya bagi para penentu kebijakan atau pembuat keputusan, tetapi juga bagi para pemangku kependingan di bidang pendidikan”, ucap mantan Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tersebut.

Fasli Djalal Guru Besar Universitas Negeri Jakarta menyambut baik rencana BSNP menyusun buku pendidikan berbasis standar sebagai usaha yang sangat positif untuk menjadi salah satu solusi terhadap permasalahan pendidikan nasional
Bambang Soehendro berpandangan bahwa istilah pendidikan berbasis standar yang ada di dalam Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20/2003 adalah pendidikan berbasis kompetensi. Dua istilah ini dapat dimaknai sebagai hal yang sama, sebab keduanya berorientasi kepada mutu atau kualitas pendidikan yang menjadi ruh dari reformasi pendidikan nasional.
“Reformasi pendidikan nasional pada tahun 1998 adalah dengan menetapkan pendidikan berbasis standar sebagai sistem pendidikan nasional Indonesia”, ucapnya.
Lebih lanjut Bambang Soehendro menambahkan mengingat kondisi geografis Indonesia yang sangat beragam, maka standar nasional pendidikan dirumuskan sebagai kriteria minimal. Artinya standar harus melihat kondisi yang ada sekarang dan tuntutan masa depan, diimplementasikan secara bertahap dan selalu ditingkatkan dari waktu ke waktu.
Sementara itu Nizam mantan Kepala Puspendik mempertanyakan apakah standar nasional pendidikan harus sebanyak delapan standar seperti sekarang ini, yaitu SKL, standar isi, standar proses, standar penilaian, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, dan standar pembiayaan. Bagi Nizam delapan standar ini terlalu banyak dan dari delapan standar tersebut yang paling esensial adalah standar kompetensi lulusan.
“Standar nasional pendidikan yang paling esensial adalah standar kompetensi lulusan. Namun rumusan kompetensi yang ada mesti spesifik, terukur, dan dapat diimplementasikan di lapangan. Tujuh standar lain tidak perlu diatur dan diserahkan kepada masing-masing daerah atau satuan pendidikan”, ucap Nizam.
Memperhatikan berbagai pandangan yang muncul selama diskusi, Bambang Suryadi Ketua BSNP yang memandu acara menyimpulkan bahwa diskusi ini menguatkan rencana BSNP untuk menghasilkan buku yang memuat pokok-pokok pemikiran dari para pakar tentang pendidikan berbasis standar. Konsep pendidikan berbasis standar bukan hanya amanat undang-undang tapi juga merupakan tren dunia. Namun demikian, ada isu-isu strategis yang perlu disepakati bersama, diantaranya apa yang harus distandarkan, bagaimana implementasinya, sejauh mana kewenangan pemerintah pusat dan daerah, berapa alokasi anggaran untuk mencapai standar, serta sistem monitoring, evaluasi dan pelaporan.

Penambahan Mata Pelajaran dan Kisi-kisi USBN SMA Tahun Pelajaran 2017/2018
Sehubungan dengan Surat Edaran BSNP Nomor: 0089/SDAR/BSNP/I/2018 tanggal 26 Januari 2018 tentang Dokumen Acuan Pelaksanaan USBN Tahun Pelajaran 2017/2018, terlampir surat edaran tentang Penambahan Mata Pelajaran dan Kisi-kisi USBN SMA Tahun Pelajaran 2017/2018 (unduh disini)

Surat Keputusan BSNP tentang Kisi-kisi USBN Tahun Pelajaran 2017/2018
Dalam rangka persiapan pelaksanaan Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) Tahun Pelajaran 2017/2018, berikut disampaikan:
- Surat Pengantar Nomor 0089/SDAR/BSNP/I/2018 tentang Dokumen Acuan Pelaksanaan USBN Tahun Pelajaran 2017/2018 (unduh disini)
- Surat Keputusan Badan Standar Nasional Pendidikan Nomor 0283/SKEP/BSNP/I/2018 tentang Kisi-kisi Ujian Sekolah Berstandar Nasional Tahun Pelajaran 2017/2018 (unduh disini)

Kisi-Kisi Ujian Sekolah Berstandar Nasional Tahun Pelajaran 2017/2018
Berikut disampaikan Kisi-Kisi Ujian Sekolah Berstandar Nasional Tahun Pelajaran 2017/2018
- Kisi-kisi USBN SD/MI sederajat (unduh disini)
- Kisi-kisi USBN SMP/MTs sederajat (unduh disini)
- Kisi-kisi USBN SMA/MA sederajat (unduh disini)
- Kisi-kisi USBN SMK/MAK (unduh disini)
- Kisi-kisi USBN SDLB/MILB (unduh disini)
- Kisi-kisi USBN SMPLB/MTsLB (unduh disini)
- Kisi-kisi USBN dan SMALB/MALB (unduh disini)
- Kisi-kisi USBN Pendidikan Kesetaraan (unduh disini)

POS Ujian Nasional Tahun Pelajaran 2017/2018
Berikut disampaikan :
- Prosedur Operasional Standar (POS) Penyelenggaraan Ujian Nasional Tahun Pelajaran 2017/2018 (unduh disini)
- Surat Edaran BSNP Nomor 0088/SDAR/BSNP/I/2018 tentang Revisi POS UN Tahun Pelajaran 2017/2018 (unduh disini)
- Surat Edaran BSNP Nomor 0094/SDAR/BSNP/III/2018 tentang Revisi Kedua POS UN Tahun Pelajaran 2017/2018 (unduh disini)

Merespon pertanyaan mengenai Permendikbud dan POS Ujian Nasional TP 2017/2018 yang belum diupload, berikut beberapa penjelasan yang perlu kami sampaikan:
- POS Ujian Nasional TP 2017/2018 sudah didistribusikan ke seluruh Dinas Pendidikan Provinsi pada Kegiatan ToT Ujian Nasional, tanggal 10-12 Desember 2017,
- Secara substansi POS Ujian Nasional TP 2017/2018 yang kami berikan pada kegiatan ToT Ujian Nasional bisa dijadikan bahan acuan untuk persiapan pelaksanaan Ujian Nasional,
- Berdasarkan masukan pada saat kegiatan ToT, ada beberapa hal yang akan kami informasikan melalui surat edaran BSNP dan akan kami distribusikan ke seluruh Dinas Pendidikan Provinsi, dan
- Ada perubahan pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang UN TP 2017/20118 dan saat ini masih dalam proses.

Mendikbud: USBN dan Revitalisasi Peran Guru

Bambang Suryadi, Ketua BSNP (tengah) memberikan penjelasan terkait USBN dalam acara konferensi pers di kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, Rabu (10/01/2018)
Jakarta, Kemendikbud – Pemerintah akan menyelenggarakan Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) mulai dari jenjang SD/MI sampai dengan SMA/MA dan yang sederajat pada tahun 2018. Kebijakan ini akan dituangkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dalam waktu dekat ini. Melalui USBN, diharapkan ada peningkatan kompetensi guru dalam melakukan penilaiaan pendidikan, sedangkan bagi siswa diharapkan dapat diukur capaian kompetensi mereka setelah menyelesaikan program pendidikan pada jenjang tertentu.
“Melalui USBN ini, kita ingin merevitalisasi peran guru dalam melakukan penilaian. Jika selama ini guru cenderung menilai apa yang sudah diajarkan, maka melalui USBN kita ingin guru menilai apa yang mesti dikuasai siswa pada jenjang tertentu”, ucap Muhadjir Effendy dalam acara konferensi pers di kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, Rabu (10/01/2018).
Tahun ini, tambah Muhajir, dalam penyusunan soal USBN kita melibatkan guru dari berbagai sekolah untuk menyusun butir soal dengan porsi penyusunan 75-80 persen dan 20-25 persen disiapkan oleh Pusat, kemudian direviu dan disusun paket soal bersama oleh Kelompok Kerja Guru (KKG) atau Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP), dibawah koordinasi Dinas Pendidikan Provinsi/Kabupaten/Kota atau Kantor Wilayah/Kantor Kementerian Agama. Standar dan kisi-kisi ditetapkan oleh BSNP.
Terkait dengan bentuk soal, Muhadjir mengatakan ada soal pilihan ganda dan esai atau uraian dengan komposisi 90 dan 10 persen. “Tahun ini seluruh mata pelajaran akan diujikan dalam USBN untuk jenjang SMP, SMA, SMK, Pendidikan Luar Biasa, dan Pendidikan Kesetaraan. Komposisi soal 90 persen pilihan ganda dan 10 persen esai”, ucap mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang tersebut.
Sementara itu, Totok Supriyatno Kepala Balitbang Kemdikbud, dalam penjelasannya mengatakan pada jenjang SD/MI, tahun ini tetap tiga mata pelajaran yang akan diujikan, yaitu Bahasa Indonesia, Matematika, dan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), dengan porsi soal sekitar 90 persen pilihan ganda dan 10 persen esai.
“Ketiga mata pelajaran tersebut merupakan mata pelajaran yang sebelumnya diujikan dalam Ujian Sekolah/Madrasah (US/M). Sedangkan untuk mata pelajaran Pendidikan Agama, PPKn, Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), Seni Budaya dan Keterampilan, Penjaskes dan Olahraga, naskah soal ujian 100 persen disiapkan oleh satuan pendidikan”, ucap Kepala Balitbang.
Lebih lanjut Totok menambahkan untuk Pendidikan Kesetaraan Program Paket A mata pelajaran yang diujikan dalam USBN adalah Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS, dan PPKn. Lima mata pelajaran tersebut merupakan mata pelajaran yang sebelumnya diujikan dalam US/M Pendidikan Kesetaraan.
Ketua BSNP Bambang Suryadi dalam penjelasannya menegaskan bahwa posisi USBN saat ini sangat strategis karena menentukan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan.
“Sejak tahun 2015 Ujian Nasional tidak lagi menentukan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan, maka posisi USBN menjadi sangat strategis karena menentukan kelulusan dari satuan pendidikan”, ucapnya seraya menambahkan selain lulus USBN peserta didik dinyatakan lulus jika sudah menyelesaikan seluruh program pembelajaran dan memiliki nilai minimal baik untuk aspek aklak mulia.
Esensi USBN, tambah Bambang, adalah penilaian oleh satuan pendidikan. Adapun penggunaan istilah ‘berstandar nasional’ karena soal disusun berdasarkan kisi-kisi yang berlaku secara nasional dan ada soal anchor sebanyak 20 sampai 25 persen yang disiapkan oleh Pusat. Dengan adanya standar ini, kita bisa mengukur sejauh mana pencapaian standar kompetensi lulusan pada masing-masing jenjang.

Validasi Soal Ujian Nasional 2018
Kualitas Soal Cerminan Kredibilitas Validator

(Depan dari kiri ke kanan) Kiki Yuliati, Bambang Suryadi, Asrijanty, dan Sonny Widyawan dalam acara pembukaan kegiatan Validasi Soal Ujian Nasional 2018
Ujian Nasional tahun pelajaran 2017/2018 dilaksanakan dengan moda Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) dan Ujian Nasional Berbasis Kertas (UNKP). Validitas soal merupakan aspek yang sangat penting dalam pelaksanaan UN. Soal harus valid baik dari segi materi maupun keterbacaan, sehingga soal tersebut benar-benar mengukur apa yang mesti dikuasai siswa. Jika peserta ujian boleh menjawab soal dengan salah, soal tidak boleh salah. Oleh karena itu, salah satu tahapan dalam penyiapan soal ujian adalah validasi naskah soal UN.
Sehubungan dengan hal tersebut, Pusat Penilaian Pendidikan (Puskurbuk) melakukan kegiatan validasi soal UN jenjang SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK, pada tanggal 20-24 November 2017 di ruang sidang lantai tujuh Puspendik. Turut hadir dalam acara pembukaan kegiatan ini Asrijanty Kepala Bidang Penilaian Akademik Puspendik, Bambang Suryadi Ketua BSNP dan Kiki Yuliati Sekretaris BSNP. Anggota BSNP yang menjadi tim UN, akan hadir pada hari ketiga, Rabu (22/11/2017). Mereka adalah Titi Savitri Prihatiningsih, Teuku Ramli Zakaria, dan Nanang Arif Guntoro.
Kegiatan validadi naskah soal UN ini melibatkan 80 dosen dari 16 perguruan tinggi negeri di Indonesia. Perguruan tinggi yang terlibat dalam kegiatan ini adalah UI, UGM, ITB, IPB, ITS, UNDIP, UNPAD, UNAND, UNAIR, UNJ, UNESA, UPI, UNNES, UNY, UNRAM, dan UM. Selain dosen, kegiatan validasi ini juga melibatkan guru mata pelajaran dan tim penanggungjawab untuk mata pelajaran di Puspendik. Soal UN yang divalidasi meliputi Bahasa Indonesia, Matematika, Bahasa Inggris, Fisika, Biologi, Kimia, Geografi, Sosiologi, dan Ekonomi.
Bambang Suryadi dari BSNP dalam sambutannya mengatakan bahwa untuk UN tahun 2018 ada kebijakan baru dalam bentuk soal, yaitu soal isian singkat untuk mata pelajaran matematika.
“Kebijakan baru ini dimaksudkan untuk mengukur kemampuan peserta didik melalui soal yang bersifat Higher Order Thinking Skills (HOTS)”, ucap Bambang.
Ujian Nasional, tambahnya, sebagai ujian berstandar (standardized test) diwujudkan melalui standarisasi soal, pelaksanaan ujian, skoring, dan pelaporan.
Lebih lanjut Bambang menekankan peran dosen dan guru dalam menelaah soal UN untuk menghasilkan soal ujian yang valid. Sebagai validator, para dosen dan guru bertanggungjawab mengecek kebenaran materi, keterbacaan, dan kesesuaian dengan kurikulum serta jenjang pendidikan.
Terkait dengan materi, soal ujian harus terbebas dari unsur yang mengandung isu Suku, Antargolongan, Ras, dan Agama (SARA) atau materi yang bersifat kontroversial, seperti pornogafi atau isu politik.
“Jika rambu-rambu ini diperhatikan, insya Allah, kita bisa menghasilkan soal UN yang berkualitas sebagai cerminan kredibilitas pada validator”, ucapnya.
Belajar dari pengalaman tahun-tahun sebelum ini, masih ditemukan soal UN yang tidak memiliki pilihan jawaban atau soal yang mengandung unsur SARA. Sebagai contoh, dalam soal bahasa Indonesia ditemukan soal yang meminta siswa cara memakai jilbab. Soal seperti ini hanya sesuai untuk siswa beragama Islam dan tidak sesuai untuk siswa yang beragama selain Islam.
Asrijanty Kepala Bidang Penilaian Akademik Puspendik, dalam penjelasannya menekankan pentingnya ketelitian dan menjaga kerahasiaan dalam menelaah soal. Kesalahan tulis atau kekurangan satu huruf saja dalam soal ujian bisa berdampak fatal.
Secara teknis, dalam melakukan penelaahan soal, validator diminta membubuhkan jawaban untuk setiap soal. Validator juga mesti melakukan revisi apakah stimulus dalam soal sudah tepat atau belum, pengecoh berfungsi dengan baik atau tidak, serta memastikan jawaban yang benar hanya mengandung satu unsur jawaban. (BS)

Praktek Kerja Lapangan Salah Satu Cara Mempersiapkan Diri Menghadapi Dunia Kerja

Mahasiswa dan pembimbing PKL dari Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan UIN Jakarta berfoto bersama Bambang Suryadi Ketua BSNP
Kegiatan mahasiswa Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta yang melakukan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di BSNP berakhir pada hari Senin, 30 Oktober 2017. Tidak terasa dua bulan sudah berlalu. Kini, mereka harus kembali ke kampus setelah melakukan PKL di BSNP untuk menggali dan mencari berbagai pengalaman di dunia kerja.
Bagi mahasiswa jurusan Manajemen Pendidikan di UIN Jakarta, belajar teori di ruang kuliah saja tidak cukup untuk mempersiapkan diri menghadapi tuntutan dunia kerja. Hal ini karena target ke depannya mereka tidak hanya sebatas menjadi guru tetapi juga bisa bekerja di berbagai instansi atau perusahaan.
Bambang Suryadi, Ketua BSNP membantu mengarahkan kelima mahasiswa PKL UIN untuk mengenal BSNP secara mendalam dan meminta mereka untuk membuat dua buah artikel yang berkaitan dengan tugas dan fungsi BSNP.
Semoga dua bulan di BSNP mendapatkan apa yang mereka harapkan dan akan menjadi bekal jika sudah lulus dan masuk dalam dunia kerja.

Mahasiswa PKL dari Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan UIN Jakarta berfoto bersama staf sekretariat BSNP

IKAPI Sambut Baik Pengadaan BTP dengan Pola Inisiatif Masyarakat
Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) menyambut baik pengadaan buku teks pelajaran dengan pola inisiatif masyarakat (bottom up). Dengan pola ini memungkinkan para penerbit untuk menyediakan buku teks pelajaran yang bermutu, murah, dan merata bagi para peserta didik. Pola ini juga memberikan waktu penulisan buku teks yang lebih fleksibel. Namun di sisi lain para penerbit, penulis, dan editor dituntut untuk lebih memberikan komitmen dalam menghasilkan buku yang berkualitas.
Demikian catatan penting dari acara “Seminar Sehari Tentang Pembekalan Kepada Penulis dan Editor Mengenai Implementasi Prinsip-Prinsip Kurikulum 2013 dalam Buku Teks Pelajaran di Solo pada hari Sabtu (28/10/2017). Tema seminar ini adalah Menyukseskan Penilaian Buku Teks Pendamping Kelas I, IV, VII, dan X”.
Acara ini diselenggarakan oleh IKAPI Jawa Tengah dan dihadiri 190 orang mewakili unsur penulis, editor, dan pengelola penerbitan dari 45 penerbit di Jawa Barat, Jakarta, Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur. Turut hadir dalam acara ini adalah Rosidayati Rozalina Ketua Umum IKAPI Pusat serta tiga nara sumber, yaitu Bambang Suryadi Ketua BSNP, Supriyatno Kepala Bidang Perbukuan Pusat Kurikulum dan Perbukaun (Puskurbuk), dan Sugiarto Dosen Universitas Negeri Semarang.

Dari kiri ke kanan, Tomy Utomo Ketua IKAPI Jawa Tengah, Bambang Suryadi Ketua BSNP, Rosidayati Rozalina Ketua Umum IKAPI, dan Supriyatno Kepala Bidang Perbukuan Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang Kemdikbud.
Supriyatno Kepala Bidang Perbukuan dalam paparannya menyampaikan bahwa saat ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sedang menyiapkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang perbukuan. Melalui RPP ini Pemerintah akan menerjemahkan amanat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan ke dalam kebijakan yang lebih operasional.
“Ada enam aspek penting dalam RPP Perbukuan, yaitu sertifikasi dan akreditasi, kode etik, standar dan kaidah, penghargaan, serta pengawasan yang terkait dengan sistem perbukuan nasional”, ucap Supriyatno.
Penyusunan Peraturan Pemerintah ini, tambah Supriyatno, ditargetkan selesai pada akhir tahun 2017. Dengan adanya peraturan ini diharapkan terwujudkan buku teks pelajaran yang memiliki kriteria 3M, yaitu mutu, murah, dan merata.
Sementara itu, Bambang Suryadi Ketua BSNP dalam paparannya menjelaskan bahwa salah satu kebijakan strategis BSNP dalam proses penilaian buku teks pelajaran adalah dengan menerapkan pola inisiatif masyarakat (bottom up) dan pendaftaran yang dilakukan secara daring (online).
“Kebijakan ini (pola inisiatif masyarakat) dimaksudkan untuk mendorong keterlibatan pihak swasta dalam pengadaan buku teks pelajaran yang berkualitas dari aspek isi, penyajian, bahasa, dan kegrafikaan sesuai dengan paradigma kurikulum yang diterapkan. Sedangkan pola pendaftaran online dimaksudkan untuk mengurangi interaksi langsung antara pihak penerbit dan pembuat kebijakan”, ucapnya.
Ketika ditanya tentang revisi standar yang dilakukan BSNP pada tahun ini untuk standar kompetensi lulusan dan standar isi, Bambang menegaskan bahwa perubahan ini tidak dimaksudkan untuk mengubah Kurikulum 2013, tetapi justru untuk mempermudah dan memfasilitasi para guru dalam menerapkan kurikulum tersebut. Namun demikian, perlu dilakukan penyesuaian kebijakan (policy adjustment) terhadap dokumen kurikulum yang berimplikasi pada buku teks pelajaran.
Tomy Utomo Ketua IKAPI Jawa Tengah dalam sambutannya mengatakan bahwa Pemerintah telah membuka pendaftaran penilaian buku teks pelajaran untuk kelas I, IV, VII, dan X mulai tanggal 1 sampai dengan 10 Oktober 2017. Ada 60 pasang buku (30 buku siswa dan 30 buku guru) untuk dilakukan penilaian. Para penerbit diberi kesempatan untuk menyusun buku teks tersebut dalam waktu dua bulan dan harus menyerahkan selambat-lambatnya pada tanggal 10 Desember 2017 untuk dilakukan penilaian.
“Ini merupakan peluang emas bagi para penerbit untuk berpartisipasi dalam pengadaan buku teks pelajaran. Namun, kondisi ini juga menjadi tantangan bagi penerbit, sebab jumlah buku yang diadakan cukup banyak, sementara waktunya sangat singkat”, ucap Tomy Utomo seraya menambahkan di Jawa Tengah saat ini ada 150 penerbit dan dari jumlah tersebut sekitar 70 persen yang bergerak dalam pengadaan buku teks pelajaran sekolah.
Oleh karena itu, tambah Tomy, forum ini sangat penting bagi para calon penulis dan editor untuk menyamakan persepsi dan pemahaman tentang penyusunan buku teks pelajaran dengan pola inisiatif masyarakat. Respon peserta juga sangat tinggi, sehingga panitia sempat menolak keikutsertaaan peserta karena terbatasnya tempat pelaksanaan.
Meskipun jumlah buku yang akan dinilai cukup banyak, pihak penerbit bisa mengusulkan buku teks pelajaran sesuai dengan kemampuan dan kapasitas masing-masing. Dengan demikian, setiap penerbit tidak mesti menyusun 60 pasang buku, tetapi bisa seberapa saja sesuai dengan kemampuan dan kapasitasnya.
Sementara itu, Rosidayati Rozalina Ketua Umum IKAPI Pusat dalam sambutannya mengatakan bahwa tinggi antusiasme peserta dalam kegiatan ini menunjukkan industri penerbitan buku di daerah berkembang dengan pesat. Peran IKAPI adalah memberikan pembinaan melalui lokakarya, seminar, pameran, dan workshop tentang buku teks pelajaran. Selain itu, IKAPI juga memiliki kewajiban untuk mengawal kebijakan pemerintah tentang pengadaan buku teks pelajaran, termasuk penerapan kode etik bagi para penerbit, penulis, dan editor.
Lebih lanjut Ida panggilan akrap Ketua Umum IKAPI menyampaikan beberapa harapan kepada BSNP dan Puskurbuk. Pemerintah diharapkan dapat menyampaikan perubahan kebijakan standar nasional pendidikan dan kurikulum kepada para penerbit dengan segera sehingga mereka bisa menyesuaikan dengan policy adjustment yang terkait dengan pengadaan buku teks pelajaran. Selain itu, homogenitas penilai juga perlu diperhatikan sehingga tidak ada penilai buku teks pelajaran yang memberikan nilai ekstrim, yaitu terlalu rendah atau terlalu tinggi. Lebih penting lagi, umpan balik dari tim penilai untuk buku yang dinyatakan tidak layak perlu disampaikan kepada para penulis, editor, dan penerbit sehingga bisa dilakukan perbaikan. (BS)

Uji Publik Rancangan Standar Kompetensi Guru SMK/MAK
Exit Criteria Bagi LPTK dan Entry Criteria Bagi Ditjen GTK

Khomsiyah, Anggota BSNP memandu FGD untuk kelompok widyaiswara pada kegiatan Uji Publik Rancangan Standar Kompetensi Guru SMK, tanggal 23-25 Oktober 2017 di Jakarta
Rancangan standar kompetensi guru produktif SMK/MA mendapat sambutan positif dari para dosen, widyaiswara, dan guru yang terlibat dalam kegiatan responden uji publik pada tanggal 23-25 Oktober di Jakarta. Turut hadir dalam acara ini 168 orang perwakilan dari berbagai universitas, PATK, SMK, dan Direktorat terkait di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dari anggota BSNP yang turut hadir dalam acara ini adalah Erika Budiarti Laconi, Kiki Yuliati, Khomsiyah, dan Bambang Suryadi.
Rancangan standar ini dikembangkan oleh BSNP bekerjasama dengan Direktorat Pembinaan Guru Pendidikan Menengah, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dengan adanya standar ini, diharapkan adanya peningkatan kualitas guru yang akhirnya akan berdampak pada peningkatan kualitas lulusan dan daya saing lulusan SMK/MAK.
Dalam sambutannya, Bambang Suryadi Ketua BSNP mengatakan bahwa penyusunan standar ini merupakan bentuk respon konkrit terhadap Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2016 tentang Revitalisasi Sekolah Menengah Kejuruan.
“Sampai tanggal 6 September 2017 yang lalu Inpres tentang revitalisasi sekolah menengah kejuruan sudah berjalan selama satu tahun. Oleh karena itu, pengembangan standar kompetensi guru SMK/MAK ini merupakan tindakan konkrit yang dilakukan BSNP bersama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam merespon Inpres tersebut”, ucapnya di hadapan 168 peserta uji publik yang mewakili berbagai unsur pemangku kepentingan bidang pendidikan.
Dalam konteks pendidikan berbasis standar, tambah Bambang, peningkatan kualitas guru SMK/MAK mesti dimulai dari pengembangan standar. Jika selama ini, standar kompetensi guru SMK/MAK disamakan dengan standar kompetensi guru SMA/MA, maka mulai tahun ini standar kompetensi guru SMK/MAK dibuat tersendiri.
“Pendidikan menengah kejuruan memiliki karakteristik yang sangat berbeda dari pendidikan menengah umum. Lulusan SMK/MAK disiapkan untuk bekerja di dunia usaha dan industri, sedangkan lulusan SMA/MA disiapkan untuk melanjutkan studi. Oleh karena itu, perlu dikembangkan standar kompetensi guru yang sesuai dengan karakteristik pendidikan menengah kejuruan”, ujar Bambang seraya menambahkan standar kompetensi disusun secara berjenjang berdasarkan jabatan fungsional guru, yaitu guru pertama, muda, madya, dan utama.
Lebih lanjut Bambang menjelaskan perbedaan dan persamaan antara standar kompetensi guru SMK/MAK dan SMA/MA. Guru normatif memiliki kompetensi yang sama dengan guru SMA/MA untuk seluruh aspek kompetensi, yaitu kepribadian, sosial, pedagogik, dan profesional. Guru adaptif dan produktif memiliki kompetensi yang sama dengan guru SMA/MA pada aspek kepribadian dan sosial, tetapi mereka memiliki kompetensi yang berbeda pada aspek pedagogik dan profesional.
Pengembangan standar kompetensi guru SMK/MAK memiliki implikasi terhadap kebijakan di LPTK dan Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan. Bagi LPTK, standar kompetensi guru SMK/MAK merupakan exit criteria, artinya setiap lulusan dari program pendidikan guru pada LPTK harus memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan. Oleh karena itu, proses pembelajaran, muatan kurikulum, dan penilaian yang ada di LPTK perlu diselaraskan dengan standar yang ada. Bagi pihak Direktorat Jenderal Guru dan tenaga pendidik, standar ini merupakan entry criteria yang dijadikan acuan dalam melakukan rekrutmen guru, materi pelatihan, dan uji kompetensi guru.
Sementara itu, Sri Renani Pantjastuti Direktur Pembinaan Guru Pendidikan Menengah dalam arahannya mengatakan bahwa hasil yang diharapkan dari kegiatan uji publik ini adalah penyamaan konsep dan persepsi terhadap isi kerangka standar kompetensi guru SMK/MAK dari setiap kompetensi, elemen kompetensi, dan kompetensi berdasarkan jenjang jabatan guru. Standar ini dikembangkan berbasis 48 program keahlian yang ada pada spektrum pendidikan menengah kejuruan. (BS)