
JAKARTA, BSNP-INDONESIA.ORG — Anggota Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Doni Koesoema A menilai pendidikan informal saat ini masih terdiskriminasi.
“Sekarang masih ada diskriminasi bagi peserta didik yang menjalani pendidikan berbeda dari sekolah formal.,” ujar Doni dalam pertemuan perdana pembahasan Standar Sekolahrumah yang digelar BSNP pada Jumat (23/4/2021).
Sejauh ini, menurutnya, perundangan yang secara eksplisit menyatakan perlunya pola asesmen berbeda untuk anak yang kebutuhannya berbeda, baru ada di Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2020 tentang Akomodasi yang Layak untuk Peserta Didik Penyandang Disabilitas.
Misalnya, poin soal asesmen untuk anak tunarungu atau tunanetra, tidak bisa disamakan dengan anak lain. Selama ini anak-anak berkebutuhan khusus dan penyandang disabilitas masih sering didiskriminasi.
Terkait dengan peserta didik Sekolahrumah, Doni juga masih melihatnya sebagai bagian dari kelompok yang terdiskriminasi. “Saat ini punya ijazah kesetaraan Paket C itu, masih jadi syarat untuk bisa mendaftar ke perguruan tinggi. Padahal Sekolahrumah itu kan jalur pendidikan informal, tidak selalu mementingkan punya ijazah kesetaraan, tapi terpaksa harus ikut sertifikasi formal, kalau tidak nanti tidak bisa kuliah,” ujarnya.
Bergabung di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) pun, menurut Doni, belum sepenuhnya mengatasi diskriminasi ini. Menurutnya, PKBM adalah jalur pendidikan nonformal, sementara Sekolahrumah itu informal, jalur pendidikan oleh keluarga dan lingkungan, bukan nonformal.
“Lalu nanti anak yang memilih Sekolahrumah yang ada di PKBM, diharuskan ikut ujian kesetaraan yang beda sekali dengan yang mereka pelajari sehari-hari,” kata Doni.
Menurut Doni, harusnya semua jalur pendidikan – baik formal, nonformal, dan informal – punya hak yang sama. Ke depannya, ia berharap, perlu dirancang kebijakan agar untuk mendaftar ke perguruan tinggi, anak-anak tidak perlu disyaratkan punya ijazah kesetaraan. Asal lolos tes ujian masuk kampus, berarti dia sudah punya kompetensi yang cukup untuk mengikuti perkuliahan.
Sekolahrumah Perlu Standar
Doni menyadari, sebagian praktisi Sekolahrumah merasa curiga atau khawatir dengan langkah BSNP menyusun Standar Sekolahrumah. Padahal, Sekolahrumah pun membutuhkan standar, agar pendidikan yang diberikan juga berkualitas.
“Sebagian praktisi mungkin berfikir, BSNP kok sekarang mengurusi sekolahrumah ya? “ atau “Wah, nanti kami pegiat Sekolahrumah diatur-atur oleh pemerintah.”
Menurut Doni, kecurigaan atau kecemasan seperti itu sebetulnya tidak perlu terjadi. “Dalam perumusan standar ini, konsepnya adalah mendengar suara dari bawah, kami di BSNP menggali pengalaman di lapangan seperti apa, baru diregulasi. Bukan kebalikannya, kementerian punya gagasan tentang Sekolahrumah, lalu memaksa praktisi melaksanakannya. Itu tidak demokratis. Nanti akan ada banyak protes.”
Doni kembali mengingatkan definisi pendidikan di UU Sisdiknas, sebagai usaha yang sadar dan terencana. “Kalau Sekolahrumah, siapa yang merencanakan? Orangtualah yang harus punya kesadaran dan langkah langkah terencana supaya anak-anak mampu mengembangkan potensi diri, bisa meregulasi diri, punya akhlak mulia, keterampilan yang dibutuhkan dirinya, bangsa, dan negara,” katanya.
Karena itulah, kata Doni, standar diperlukan supaya tidak terjadi kekosongan regulasi. Peraturan harus tetap ada tapi menjaga semangat fleksibilitas sekolah rumah.
“Jadi sudut pandangnya harus positif dan optimis. Kami persilakan tim menggagas seperti apa pendidikan masa depan yang sungguh inovatif, yang sesuai fakta di lapangan, bisa mengungkit kualitas pendidikan, dan menjadi jalan mencerdaskan kehidupan bangsa,” ujarnya.
Jangan Kaku
Menurut Doni, tantangan tim pengembangan Standar Sekolahrumah adalah menyusun klausul yang memuat prinsip mendasar, tanpa mengurangi fleksibilitas praktis. Misalnya di UU Sisdiknas disebutkan, wajib ada pelajaran agama, Pancasila dan kewarganegaraan, bahasa Indonesia, IPA dan IPS, berarti muatan ini harus ada, tapi isinya apa, jangan sampai tidak relevan.
“Contohnya, anak yang ingin jadi musisi, jangan dipaksa belajar materi fisika dan kimia yang tidak dia perlukan,” ujarnya.
Saat mendesain naskah akademik, Doni mengingatkan tim untuk terus mengingat prinsip-prinsip penyelenggaraan pendidikan dalam pasal 4 ayat 1 UU Sisdiknas yang berisi enam butir:
Pertama, pendidikan harus demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif, menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa. “Jadi, misalnya, tidak boleh tidak ada pendidikan agama,” kata Doni.
Kedua, pendidikan adalah satu kesatuan dengan sistem terbuka dan multimakna. “Tiap anak punya kemerdekaan untuk memaknai pendidikan secara berbeda,” ujarnya.
Ketiga, pendidikan adalah pembudayaan dan pemberdayaan sepanjang hayat. “Kita ingin hasil akhirnya anak-anak yang pembelajar, mereka tidak harus belajar semuanya karena belum tentu mereka butuh semuanya, tapi saat dia butuh, anak itu punya semangat belajar, nah itu perlu diformulasikan dalam metode atau pedagogi sekolahrumah,” jelasnya.
Keempat, pendidikan harus memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik. “Anak yang memilih belajar di Sekolahrumah harus mendapat teladan dari bapak ibunya, dari komunitasnya, dibangun kemauannya sesuai minat bakat masing-masing, dan dilibatkan dalam proses belajar,” kata Doni lagi.
Kelima, pendidikan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung. “Literasi ini adalah soal bagaimana membaca, menulis, dan berhitung itu bisa membudaya di seluruh masyarakat,” ujarnya.
Keenam, pendidikan melibatkan semua komponen masyarakat. “Aspek keenam ini sangat mungkin terjadi dalam sekolah rumah, ada sharing resources, bahkan pembelajaran level global, mengakses sumber belajar dari berbagai negara,” ujar Doni yang kembali mengingatkan agar dalam perumusan Standar Sekolahrumah yang perlu dirumuskan itu poin-poin pentingnya, yang wajib ada saja, seperti yang sudah digariskan UU Sisdiknas, tapi fleksibel.
“Kalau prinsip-prinsipnya sudah ada, nanti direktorat akan bisa menurunkan jadi aturan teknis yang lebih detil,” katanya.